Revitalisasi Surau: Pendidikan Islam Tradisional Minangkabau dalam Bayang-Bayang Modernisasi

1 day ago 8

Oleh: Muhammad Zaid Iqbal

Surau di Minangkabau umumnya berwujud bangunan sederhana berukuran cukup besar yang biasanya terletak di dekat pemukiman masyarakat, sering kali berada di dekat sumber air seperti sungai dan baruah (kolam). Setiap suku atau kaum di Minangkabau umumnya memiliki suraunya sendiri. Keberadaan surau sudah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Minangkabau bahkan sebelum kedatangan Islam.

Masa pra-Islam hingga setelah Islam masuk ke Minangkabau, surau memiliki peranan penting sebagai pusat pembelajaran dan pengembangan keterampilan. Selain itu, surau juga berfungsi sebagai tempat singgah dan beristirahat bagi para musafir serta pedagang yang melintas. Kehadiran mereka memungkinkan para pemuda yang tinggal di surau untuk mendapatkan informasi tentang dunia luar dan gambaran kehidupan di perantauan. Dengan begitu, surau menjadi tempat yang multifungsi, tidak hanya digunakan untuk beribadah, surau juga berperan sebagai tempat tinggal juga sekaligus sebagai pusat interaksi sosial bagi pemuda.

Para pelajar yang menimba ilmu di surau disebut dengan istilah "orang siak". Ulama yang menjadi pemimpin, pemilik, sekaligus pengajar agama di surau dikenal sebagai Syekh. Belajar di surau tidak memerlukan pembayaran apa pun, baik untuk pendidikan, akomodasi, maupun kebutuhan makan. Orang siak sangat jarang memberikan uang kepada Syekh. Jika pun ada, pemberian tersebut biasanya datang dari keluarga mereka sebagai bentuk rasa terima kasih atas dasar keikhlasan. Menurut Azyumardi Azra, kebutuhan hidup para orang siak umumnya dipenuhi oleh masyarakat sekitar surau, yang menyumbangkan bahan makanan. Bantuan tersebut kadang diambil langsung oleh orang siak atau diantarkan oleh keluarga mereka.

Syekh sebagai pemimpin surau tidak memiliki pekerjaan lain selain mengajar agama. Kebutuhan hidup keluarganya sepenuhnya terpenuhi melalui sumbangan dan sedekah dari masyarakat yang terus mengalir. Bahkan, dukungan ini sering kali lebih dari cukup, sehingga seorang Syekh mampu menunaikan ibadah haji. Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa surau memiliki dua fungsi secara garis besar, sebagai lembaga sosial dan sebagai lembaga pendidikan.

Metode Pengajaran di Surau

Pengajaran di Surau menggunakan sistem pendidikan halaqah sebagai lembaga pendidikan tradisional, kurikulum awal masih berfokus pada membaca Al-Qur'an dan penguasaan huruf hijaiyah. Pelajaran ini biasanya hanya diberikan pada malam hari.Ada dua bentuk pengajaran di Surau, yakni Pengajaran Al-Qur'an awal dan pelajaran lanjutan yang lebih mendalam. Pertama pengajaran Al-Qur’an yang pengajarannyamenggunakan sistem halaqah. Pengajaran Al-Qur'an ini mengenalkan ejaan huruf hijaiyah dan cara membaca Al-Qur'an. Selain itu, mereka juga belajar tata cara ibadah, seperti berwudhu dan shalat, serta pelajaran dasar tauhid. Biasanya, anak-anak mengikuti pembelajaran di surau pada malam hari, dan sesi tambahan dilakukan setelah shalat Subuh di pagi hari.

Kemudian pada tingkat lanjutan, pendidikan di surau mencakup pelajaran tambahan yang lebih mendalam. Materinya meliputi membaca Al-Qur'an dengan irama (tilawah/mujawad), seni lagu qasidah, barzanji, tajwid, serta pengajian kitab perukunan. Pada tingkat ini, terdapat seorang guru ahli yang disebut Qori, yang merupakan sosok yang terkenal karena keahliannya dalam melafalkan huruf-huruf Al-Qur'an secara tepat dengan suara yang indah. Qori biasanya memiliki ratusan murid yang belajar darinya. Salah satu Qori yang sangat terkenal adalah Syekh Burhanuddin dari Batu Hampar, Payakumbuh, yang diakui atas kemampuannya yang luar biasa dalam seni tilawah Al-Qur'an.

Tujuan pendidikan surau adalah untuk mengajarkan murid-muridnya cara membaca Al-Qur'an dengan lancar dan berirama. Oleh karena itu, dalam hal ini, pendidikan surau terbatas pada mengajarkan anak-anak cara membaca Al-Qur'an dengan tepat dan benar. Butuh dua atau tiga bulan mempelajari tahap ini. Setelah anak-anak mengenal huruf dan bentuk-bentuk harkat, mereka diajarkan membaca juz 'Amma yang dimulai dengan surah al-Fatihah, lalu surah an-Naas, al-Falaq hingga ke surat ad- Dhuha. Barulah mereka membaca al-Qur'an pada mushaf yang dimulai dari surah al-Fatihah, al-Baqarah, dan seterusnya hingga khatam.

Revitalisasi Surau di Tengah Modernisasi

Revitalisasi dapat dipahami sebagai bentuk perubahan atau transformasi yang mengandung proses penguatan yang meliputi peneguhan terhadap aspek-aspek yang selama ini dimiliki maupun dengan melakukan pengembangan menuju keadaan yang lebih baik dan lebih maju dari kondisi sebelumnya. Dalam hal ini, perkembangan zaman pasti mengalami kemajuan dan perkembangan, baik dari berkembanganya teknologi, ilmu pengetahuan, seni, arsitektur, metodologi dan pendekatan dalam penelitian serta lain sebagainya. Dari kemajuan ini dinilai positif bagi peradaban manusia, manusia dapat mengakses banyak hal dari perkembangan ini.

Berdasarkan sejarah dari berbagai perkembangan ilmu, dikatakan bahwa era modern ini perkembangannya dimulai sekitar abad ke-16 sampai abad 20. Dibawa ke era saat ini yang bertepatan pada abad ke-21, yang bisa dikatakan sebagai zaman kontemporer. Jadi bisa dikatakan bahwa era modern ini sebenarnya sudah lewat berdasarkan zamannya. Namun, maksud dari modernisasi ini apa?, memang benar zamannya sudah lewat, tetapi pada era modern inilah teknologi dan ilmu pengetahuan berkembang secara masif. Oleh sebab itu, perkembangan teknologi dan keilmuan inilah saat ini, manusia menikmati hasilnya dari perkembangan tersebut pada era modern, yang secara bersamaan juga hingga saat ini pun teknologi dan keilmuan masih berkembang dan menjadi kebutuhan pokok kita sehari-hari.

 Dibalik kemajuan dan hal-hal positif tersebut, banyak hal yang kemudian mulai ditinggalkan dan mengalami kemerosotan, salah satunya adalah Surau. Surau secara bangunannya masih ada dan eksis, namun banyak yang tidak berfungsi lagi dan dialihkan kepada pembangunan bangunan baru seperti Mushalla dan Mesjid. Akan tetapi masih ada beberpa Surau yang sampai saat ini masih digunakan dengan sedikit renovasi namun masih mempertahankan bentuk aslinya.

Walaupun secara bangunannya banyak tidak digunakan lagi, akan tetapi pendidikan Islamnya saat ini masih eksis dan tetap dijalankan. Memang benar pendidikan saat ini dilakukan di lingkungan sekolah, namun pendidikan Islam tetap ada yang dilakukan di Mesjid. Jadi revitalisasi pendidikan Surau dimaksudkan adalah dengan tetap menghidupkan pendidikan Islam di lingkungan diluar sekolah seperti Mesjid dan Mushalla. Pendidikan Islam yang diajarkan juga ditanamkan nilai-nilai ajaran seperti yang ada pada Surau pada zaman dulu, dengan menjadikan Mesjid atau Mushalla sebagai pusat pendidikan Islam, pengembangan kemampuan, tempat berkumpul masyarakat, dan pusat kegiatan masyarakat. Walaupun Surau tidak eksis tapi sistem pendidikannya haruslah tetap ada. (*)

Muhammad Zaid Iqbal, M.Ag, mahasiswa doktoral (S3) Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sjech M.Djamil Djambek Bukittinggi

Read Entire Article
Pekerja | | | |