Langgam.id– Pemerintah Kota (Pemko) Payakumbuh bekerja sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menggelar sosialisasi bertema “Pengadministrasian dan Pendaftaran Tanah Ulayat” di Aula Balai Kota Payakumbuh, Selasa (20/5/2025).
Kegiatan ini merupakan langkah awal dalam memperkuat pengakuan dan perlindungan hukum atas tanah ulayat serta mendorong keadilan agraria yang berkelanjutan.
Wali Kota Payakumbuh, Zulmaeta, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada pemerintah pusat atas komitmennya dalam memperkuat hak-hak masyarakat hukum adat. Ia menekankan bahwa potensi tanah ulayat di Payakumbuh harus dikelola secara bijak untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.
“Berdasarkan data Kantor Pertanahan tahun 2025, terdapat 21 bidang tanah ulayat seluas 209 hektare yang tersebar di tujuh kenagarian. Ini adalah aset penting yang harus kita lindungi dan manfaatkan secara optimal,” jelas Zulmaeta.
Ia juga menyebutkan bahwa pengelolaan tanah ulayat telah memiliki dasar hukum melalui Perda Nomor 25 Tahun 2016 tentang Pelestarian dan Pengembangan Adat di Nagari, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
“Pendaftaran tanah ulayat ini penting untuk menunjang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Payakumbuh dalam mewujudkan kota yang maju, sejahtera, produktif, dan berkelanjutan sebagai pusat perdagangan dan jasa regional,” ujarnya.
Pemanfaatan strategis atas tanah ulayat pun telah dilakukan, seperti pembangunan pasar dan gelanggang pacuan kuda. Melalui pendaftaran ini, diharapkan manfaatnya bisa dirasakan lebih luas, baik oleh nagari maupun seluruh warga Kota Payakumbuh.
Wali kota juga menyampaikan harapannya kepada Kementerian ATR/BPN untuk mendukung percepatan revisi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Payakumbuh Tahun 2025–2045, agar seluruh pendaftaran tanah di wilayah kota dapat dilakukan sesuai tata ruang yang ditetapkan.
“Melalui kegiatan ini, kita harap terjalin sinergi yang kuat antara pusat dan daerah, demi mewujudkan perlindungan atas tanah ulayat dan kesejahteraan masyarakat adat,” tutupnya.
Wakil Menteri ATR/BPN RI, Ossy Dermawan, yang hadir langsung dalam kegiatan tersebut, menyampaikan komitmennya untuk menjaga hak masyarakat adat. Sebagai putra asli Minangkabau, ia mengaku bangga bisa turut serta memperkuat eksistensi tanah ulayat di kampung halaman leluhurnya.
“Kami hadir bukan sekadar menjalankan program, tapi membawa niat baik dan semangat perubahan. Presiden Prabowo Subianto memberi perhatian khusus pada pengelolaan tanah yang adil dan berkelanjutan. Karena itu, tanah ulayat menjadi prioritas nasional,” ujar Ossy.
Program ini akan berlangsung dari 28 April hingga 23 Juni 2025, mencakup 19 kota dan kabupaten di Sumatera Barat. Prosesnya melibatkan empat tahap utama: inventarisasi, pengukuran, pencatatan, dan pendaftaran.
Menurut Ossy, pelibatan aktif masyarakat adat menjadi kunci keberhasilan program ini. Ia menegaskan bahwa tanah ulayat bukan milik negara, melainkan milik masyarakat adat, dan negara hadir untuk melindungi—bukan mengambil alih.
Tiga prinsip utama yang dipegang dalam program ini, antara lain:
- Tanah Ulayat Bukan Milik Negara – Negara hadir sebagai pelindung, bukan pemilik.
- Sinergi Adat, Syariat, dan Negara – Selaras dengan filosofi “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”.
- Pendaftaran adalah Hak, Bukan Kewajiban – Inisiatif tetap berada di tangan masyarakat adat.
Ossy menambahkan, dengan pendaftaran resmi, tanah ulayat bisa memiliki nilai ekonomi yang kuat. Skema seperti Hak Pengelolaan (HPL) diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat secara langsung.
“Hingga kini, hampir 122 juta bidang tanah telah terdaftar di Indonesia dari total target 126 juta. Pendaftaran tanah ulayat akan menutup celah sengketa dan menjamin keadilan hukum bagi masyarakat adat,” jelasnya.
Ia juga mengajak seluruh jajaran BPN di Sumbar untuk lebih terbuka, mendengar aspirasi masyarakat adat, dan membangun dialog yang tulus.
“Keberhasilan program ini tak cukup hanya dengan kerja keras, tetapi juga kerja hati. Karena yang diperjuangkan adalah masa depan masyarakat adat dan keadilan agraria di negeri ini,” tegasnya.
Sosialisasi ini secara resmi dibuka oleh Wali Kota Payakumbuh dan dihadiri oleh unsur Forkopimda, Sekretaris Daerah, para kepala OPD, tokoh adat seperti LKAAM dan KAN, para ninik mamak, camat dan lurah se-Kota Payakumbuh, serta jajaran BPN Sumatera Barat.
Kegiatan ini diharapkan menjadi tonggak penting dalam memperkuat kepercayaan masyarakat adat terhadap negara dan membuka jalan menuju pembangunan agraria yang inklusif dan berkeadilan. (*/f)