Ketika Nyawa Tak Lagi Berarti

20 hours ago 7

Oleh: Ikhliva Rosalda

Cinta berujung petaka. Kalimat ini tepat untuk menggambarkan kasus pembunuhan yang terjadi di Kampung Baru Ciberuk, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Serang, Banten. Kasus menggerikan ini terjadi karena SA (19) tahun meminta pertanggung jawaban atas kehamilannya pada sang kekasih Mulyana (23). Karena emosi yang memuncak pelaku mencekik SA hingga tak bernyawa, tak hanya itu pembunuh juga memutilasi tubuh SA menjadi beberapa bagian (Kompas.com, 20/04/2025). Berita ini cukup membuktikan bertapa tidak berartinya nyawa manusia saat ini.

Dikutip dari laman Good States, tercatat sebanyak 1.074 kasus pembunuhan di Indonesia dari Januari hingga 3 Desember 2024. Ini bukanlah angka yang sedikit, orang sebanyak itu jika dikumpulkan dapat memenuhi GOR Bung Hatta. Pembunuhan ini sering disebabkan oleh beberapa hal, seperti cinta bertepuk sebelah tangan, terjerat utang-piutang, suami atau istri ketahuan selingkuh, rasa iri dengki, tekanan psikologis, mabuk, dendam kusumat, dan kecanduan narkoba.

Ketika amarah sudah memuncak, siapapun dapat menjadi korban pembunuhan. Namun kebanyakan korban pembunuhan adalah anak-anak dan perempuan. Sebelum melakukan pembunuhan kebanyakan pelaku melakukan penyiksaan dan pelecehan pada korban. Rintihan dan teriakan korban tidak dapat menghentikan meraka melakukannya. Tanpa rasa bersalah, pelaku akan melakukan berbagai cara untuk membungkam korban selamanya. Ada yang tega mencekik, memukul, menembak, dan menikam korban.

Tubuh korban yang mulai kaku dan mendingin, tidak dapat menghadirkan rasa sesal di dalam hati pelaku. Meraka malah memutar otak untuk menyembunyikan kebejatan yang terjadi. Ada yang mencoba memutilasi tubuh korban, memasukkannya ke karung, menghanyutkan korban ke sungai, menyimpan korban dalam tangki air, meninggalkan korban dalam semak-semak, dan lain sebagainya.

Semakin hari kasus pembunuhan ini semakin menakutkan. Para pembunuh makin hari makin buas, lebih buas dari binatang. Faktor peyebab mereka membunuh juga semakin sepele dan tidak masuk akal.  Padahal sudah jelas tertulis dalam Pasal 338 KUHP "Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun". Pertanyaannya, bukankah hukuman ini sudah cukup berat? Tapi kenapa mereka tidak merasa takut sama sekali? Malahan pelaku seolah-olah merasa terinspirasi dengan berita-berita pembunuhan yang bersileweran.

Bukan hanya hukum dunia yang mereka langgar, hukum agamapun berani mereka abaikan. Bagi orang islam, sudah dijelaskan secara tegas dalam Al-qur'an  surah Al-Isra' ayat 33 yang artinya,

"Janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan satu (alasan) yang benar. Siapa yang dibunuh secara teraniaya, sungguh Kami telah memberi kekuasaan kepada walinya. Akan tetapi, janganlah dia (walinya itu) melampaui batas dalam pembunuhan (kisas). Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapat pertongan".

Jika undang-undang dan perintah agama mampu mereka langgar, lantas cara apa lagi yang dapat dilakukan untuk menguranngi kasus ini? Mungkinkah pemerintah lebih mempertegas hukuman bagi pelaku pembunuhan? Adakah hukuman yang berat bagi pelaku pembunuhan?

Islam memberikan hukuman yang sangat berat bagi pelaku pembunuhan. Jika keluarga korban ikhlas akan kasus ini, maka pelaku wajib mengganti kerugian atas kehilangan korban yang ia bunuh. Misalnya dengan menafkahi keluarga korban seumur hidupnya, Namun jika keluarga korban tidak memaafkan pelaku, maka korban akan dijatuhi hukum mati berupa hukum pancung. Jika hukuman seperti ini sanggup diterapkan di Indonesia tanpa pandang bulu, maka dapat dipastikan angka kasus pembunuhan dapat turun drastis.

Selain penegasan hukum bagi pelaku pembunuhan. Kasus pembunuhan dapat ditangani dengan memberikan perhatian khusus pada pelaku. Karena penjahat itu tidak pernah dilahirkan, tetapi mereka diciptakan. Kebanyakan pelaku pembunuhan berasal dari keluarga yang berantakan. Seorang yang tidak terpenuhi tangki cintanya, kemungkinan besar akan mudah melukai orang lain.

Untuk itu pemerintah seharusnya lebih memperhatikan kasus ini dengan serius. Karena kesejahteraan rakyat merupakan tanggung jawab pemerintah. Namun jika pemerintah masih diam dan tidak memberikan solusi lain. Serta penanganan kasus pembunuhan hanya itu-itu saja. Apalagi jika hukum yang berlaku tidak diterapkan secara merata pada semua kalangan. Maka dapat di pastikan nyawa manusia tidak lebih berharga dari seekor nyamuk. (*)

Ikhliva Rosalda, mahasiswa Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Read Entire Article
Pekerja | | | |